Senin, 12 November 2012

Pembahasan Kutipan Langsung, Kutipan Tidak Langsung dan Rujukan


1.       a. Kutipan langsung
(1)      Carnegie (2004:30) menyatakan “minat untuk berinvestasi secara langsung pada sektor riil yang dilakukan oleh masyarakat bisnis dan industri rumah tangga meningkat tajam di sektor pertanian, perikanan, pertambangan, konstruksi, industri pengolahan, industri berat, jasa keuangan dan perbankan, serta pada sektor-sektor jasa lainnya”.

(2)      “Minat untuk berinvestasi secara langsung pada sektor riil yang dilakukan oleh masyarakat bisnis dan industri rumah tangga meningkat tajam di sektor pertanian, perikanan, pertambangan, konstruksi, industri pengolahan, industri berat, jasa keuangan dan perbankan, serta pada sektor-sektor jasa lainnya” (Carnegie, 2004:30).

(3)      Carnegie (2004:30) menyatakan “minat untuk berinvestasi secara langsung pada sektor riil yang dilakukan oleh masyarakat bisnis dan industri rumah tangga meningkat tajam …”.

(4)      Carnegie (2004:30) menyatakan “minat untuk berinvestasi secara langsung pada sektor riil … meningkat tajam di sektor pertanian, perikanan, pertambangan, konstruksi, industri pengolahan, industri berat, jasa keuangan dan perbankan, serta pada sektor-sektor jasa lainnya”.

b. Kutipan tidak langsung
(1)      Carnegie (2004:30) menyatakan investasi langsung masyarakat bisnis dan industri rumah tangga di sektor pertanian, perikanan, pertambangan, konstruksi, industri pengolahan, industri berat, jasa keuangan dan perbankan, serta pada sektor-sektor jasa lainnya meningkat drastis.

(2)      Investasi langsung masyarakat bisnis dan industri rumah tangga di sektor pertanian, perikanan, pertambangan, konstruksi, industri pengolahan, industri berat, jasa keuangan dan perbankan, serta pada sektor-sektor jasa lainnya meningkat drastis (Carnegie, 2004:30)1.
c. Daftar rujukan
Carnegie, Dale. 2001. Peran Investasi dalam Pembangunan Ekonomi Nasional. Terjemahan oleh Nina Fauziah. 2004. Jakarta: Binarupa Aksara.



d. Catatan kaki
1Dale Carnegie, (2001), Peran Investasi dalam Pembangunan Ekonomi Nasional, Terjemahan oleh Nina Fauziah, Binarupa Aksara, Jakarta, 2004, halaman 30.

2.       a. Kutipan langsung
(1)      Soeseno, Riyadi, dan Suparmoko (1996:10) menyatakan alasan kenaikan harga bahan bakar minyak, telepon, dan tarif dasar listrik dari segi politik sebagai berikut.
Dari segi politik, kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak, telepon, dan tarif dasar listrik memiliki beberapa alasan di antaranya sebagai langkah strategis untuk menutup kerugian biaya operasional PT. PLN dan Pertamina yang gagal bekerja secara efisien serta sebagai langkah penghematan pos pengeluaran negara dan meningkatkan kemandirian rakyat secara ekonomi. Selain itu, alasan lainnya untuk mengajukan mekanisme pasar dalam perekonomian domestik menurut metode ekonomi makro praktis.

(2)                         Dari segi politik, kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak, telepon, dan tarif dasar listrik memiliki beberapa alasan di antaranya sebagai langkah strategis untuk menutup kerugian biaya operasional PT. PLN dan Pertamina yang gagal bekerja secara efisien serta sebagai langkah penghematan pos pengeluaran negara dan meningkatkan kemandirian rakyat secara ekonomi. Selain itu, alasan lainnya untuk mengajukan mekanisme pasar dalam perekonomian domestik menurut metode ekonomi makro praktis (Soeseno, Riyadi, dan Suparmoko, 1996:10).

(3)      Soeseno, Riyadi, dan Suparmoko (1996:10) menyatakan “dari segi politik, kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak, telepon, … tarif dasar listrik memiliki beberapa alasan … untuk menutup kerugian biaya operasional PT. PLN dan Pertamina … sebagai langkah penghematan pos pengeluaran negara dan meningkatkan kemandirian rakyat … . … untuk mengajukan mekanisme pasar …”.

b. Kutipan tidak langsung
(1)      Soeseno, Riyadi, dan Suparmoko (1996:10) menyatakan jika dilihat dari segi politik, maka kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak, telepon, dan tarif dasar listrik disebabkan oleh biaya operasional PT. PLN dan Pertamina yang mengalami kerugian, menghemat biaya pengeluaran negara, meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat, dan meningkatkan mekanisme pasar dalam perekonomian domestik.
(2)      Jika dilihat dari segi politik, maka kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak, telepon, dan tarif dasar listrik disebabkan oleh biaya operasional PT. PLN dan Pertamina yang mengalami kerugian, menghemat biaya pengeluaran negara, meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat, dan meningkatkan mekanisme pasar dalam perekonomian domestik (Soeseno, Riyadi, dan Suparmoko, 1996:10).
c. Daftar rujukan
Soeseno, Djoko, Slamet, Riyadi, dan M., Suparmoko. 1996. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: BPFE.
d. Catatan kaki
2Djoko Soeseno, Slamet Riyadi, dan M. Suparmoko, Keuangan Negara dalam Teori dan Praktik, BPFE, Yogyakarta, 1996, hal.10.

3.       a. Kutipan langsung
(1)     Hasibuan (2000:13—15) menyatakan definisi dan fungsi maskot sebagai berikut.
Maskot [merupakan] suatu bentuk pencitraan yang mewakili karakter dan ciri khas dari suatu produk. Konsumen akan mudah mengenal suatu brand, jika brand tersebut didukung oleh maskot yang unik dan memiliki karakteristik yang kuat. Pengenalan suatu brand dengan maskot tertentu bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya melalui kegiatan below the line.


(2)                        Maskot [merupakan] suatu bentuk pencitraan yang mewakili karakter dan ciri khas dari suatu produk. Konsumen akan mudah mengenal suatu brand, jika brand tersebut didukung oleh maskot yang unik dan memiliki karakteristik yang kuat. Pengenalan suatu brand dengan maskot tertentu bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya melalui kegiatan below the line (Hasibuan, 2000:13—15).

(3)       Menurut Hasibuan (2000:13—15) “maskot [merupakan] … pencitraan yang mewakili karakter … suatu produk. Konsumen akan mudah mengenal suatu brand, jika brand tersebut didukung oleh maskot yang unik… . Pengenalan suatu brand dengan maskot … bisa dilakukan dengan … below the line”.

(4)     Menurut Hasibuan (2000:13—15) “maskot [merupakan] suatu bentuk pencitraan yang mewakili karakter dan ciri khas dari suatu produk. …. Pengenalan suatu brand dengan maskot tertentu bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya melalui kegiatan below the line”.

b. Kutipan tidak langsung
Menurut Hasibuan (2000:13—15) melalui kegiatan below the line, sebuah perusahaan menggunakan maskot untuk mengenalkan dan menunjukkan ciri khas suatu brand, sehingga masyarakat mudah mengingatnya.
c. Daftar rujukan
Hasibuan, Nuradi. 2000. Perlunya Maskot dalam Pemasaran Produk Iklan. Jurnal Sains dan Teknologi, 2(8):13—15.
d. Catatan kaki
3Nuradi Hasibuan, “Perlunya Maskot dalam Pemasaran Produk Iklan”, dalam Sains dan Teknologi, No. 8 th. 2 2000, halaman 13—15.

4.       a. Kutipan langsung
(a)      Surya (2008:10) menyatakan konsep pendidikan sebagai investasi sebagai berikut.
Pendidikan sebagai investasi bertujuan untuk memperoleh pendapatan neto atau rate of return yang lebih besar pada masa yang akan datang. Biaya pendidikan dalam jenis pendidikan ini dipandang sebagai jumlah uang yang dibelikan untuk memperoleh atau ditanamkan dalam sejumlah modal manusia (human capital) yang dapat memperbesar kemampuan ekonomi pada masa yang akan datang.
(b)                        Pendidikan sebagai investasi bertujuan untuk memperoleh pendapatan neto atau rate of return yang lebih besar pada masa yang akan datang. Biaya pendidikan dalam jenis pendidikan ini dipandang sebagai jumlah uang yang dibelikan untuk memperoleh atau ditanamkan dalam sejumlah modal manusia (human capital) yang dapat memperbesar kemampuan ekonomi pada masa yang akan datang (Surya, 2008:10).

(c)      Surya (2008:10) menyatakan “pendidikan sebagai investasi bertujuan untuk memperoleh … rate of return… . Biaya pendidikan dalam jenis pendidikan ini dipandang sebagai jumlah uang yang … ditanamkan dalam sejumlah modal manusia … yang dapat memperbesar kemampuan ekonomi …”.

(d)     Surya (2008:10) menyatakan “pendidikan sebagai investasi bertujuan untuk memperoleh pendapatan neto atau rate of return yang lebih besar pada masa yang akan datang. ….”.

b. Kutipan tidak langsung
Surya (2008:10) menyatakan pendidikan bisa digunakan sebagai investasi dengan cara membelikan sejumlah uang untuk ditanamkan dalam sejumlah modal manusia, sehingga pada masa mendatang diperoleh kemampuan ekonomi yang besar.
c. Daftar rujukan
Surya, Yohanes. 18 Agustus, 2008. Pendidikan sebagai Konsumsi dan Investasi Ekonomi. Kompas. hlm. 10.
d. Catatan kaki
4Yohanes Surya, Kompas, 18 Agustus 2008, “Pendidikan sebagai Konsumsi dan Investasi”, halaman 10.

5.       a. Kutipan langsung
(a)    Menurut Ensiklopedia Nasional Indonesia (1990:15) dan Sachari (2001:16) ”agar peranan pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan bernilai guna, pemerintah menempatkan masyarakat desa miskin sebagai subjek dari setiap program pemerintah. Program pengentasan kemiskinan hendaknya memprioritaskan pada aspek mobilitas penduduk dan memungkinkan terjadinya interaksi sosial di luar lingkungannya”.
(b)   Menurut Ensiklopedia Nasional Indonesia (1990:15) dan Sachari (2001:16) ”agar peranan pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan bernilai guna, pemerintah menempatkan masyarakat desa miskin sebagai subjek… . …memprioritaskan pada aspek mobilitas penduduk dan memungkinkan terjadinya interaksi sosial di luar lingkungannya”.
b. Kutipan tidak langsung
Menurut Ensiklopedia Nasional Indonesia (1990:15) dan Sachari (2001:16) pemerintah hendaknya menempatkan masyarakat desa miskin sebagai subjek, memprioritaskan aspek mobilitas penduduk, dan memungkinkan penduduk berinteraksi di luar lingkungannya pada setiap program pengentasan kemiskinan.

c. Daftar rujukan
Ensiklopedia Nasional Indonesia. 1990. Bandung: PT. Armas Duta Jaya.
Sachari, Arsyad. 2001. Profil Desa Tertinggal Indonesia. Jakarta: CV. Bina Aksara.
d. Catatan kaki
5Ensiklopedi Nasional Indonesia, PT. Armas Duta Jaya, Bandung, 1990, halaman 15.
6Arsyad Sachari, Profil Desa Tertinggal Indonesia, CV. Bina Aksara, Jakarta, 2001, hal.16.

6.       a. Kutipan langsung
(a)      Zakaria dan Soeyanto (2005:1) menyatakan “terdapat keterkaitan yang berarti secara positif antara motivasi, riwayat hidup, persepsi, proses belajar, dan kemampuan sebagai faktor perilaku individu dengan aktivitas ekonomi masyarakat desa tertinggal di sepanjang DAS Batang Hari”.
(b)      Zakaria dan Soeyanto (2005:1) menyatakan “terdapat keterkaitan…positif antara motivasi, riwayat hidup, persepsi, proses belajar, dan kemampuan sebagai faktor perilaku individu dengan aktivitas ekonomi masyarakat desa tertinggal di sepanjang DAS Batang Hari”.

b. Kutipan tidak langsung
Zakaria dan Soeyanto (2005:1) menyatakan faktor perilaku individu yang meliputi motivasi, riwayat hidup, persepsi, proses belajar, dan kemampuan memiliki hubungan positif dengan aktivitas ekonomi masyarakat desa tertinggal di sepanjang DAS Batang Hari.

c. Daftar rujukan
Zakaria, Karim, dan Soeyanto. 2005. Potret Utuh Kemiskinan di Kabupaten Aceh Utara. Makalah disajikan dalam Seminar Perilaku Masyarakat Miskin dan Hubungan antara Aktivitas Ekonomi dengan Derajat Kemiskinan Masyarakat Desa Tertinggal bagi mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan, Universitas Negeri Malang, Malang, 12 Juli.
d. Catatan kaki
7Karim Zakaria dan Soeyanto, Potret Utuh Kemiskinan di Kabupaten Aceh Utara, Makalah disajikan dalam Seminar Perilaku Masyarakat Miskin dan Hubungan antara Aktivitas Ekonomi dengan Derajat Kemiskinan Masyarakat Desa Tertinggal, Universitas Negeri Malang, Malang, 7—8 Maret, 2005, halaman 1.

7.       a. Kutipan langsung
(a)    Sinaga (2006:10) menyatakan “secara normatif, pemerintah berkewajiban untuk memberi jaminan bagi seluruh rakyatnya untuk memperoleh pendidikan sesuai UUD 1945 pasal 31 ayat 1. Namun, setiap  tahun ajaran baru dimulai, masyarakat miskin dihantui mahalnya biaya pendidikan dan adanya pungutan-pungutan lain di sekolah”.
(b)   Sinaga (2006:10) menyatakan “… pemerintah berkewajiban untuk memberi jaminan bagi seluruh rakyatnya untuk memperoleh pendidikan sesuai UUD 1945 pasal 31 ayat 1. Namun, setiap  tahun ajaran baru…, masyarakat miskin dihantui mahalnya biaya pendidikan dan adanya pungutan-pungutan lain di sekolah”.
(c)    Sinaga (2006:10) menyatakan “secara normatif, pemerintah berkewajiban untuk memberi jaminan bagi seluruh rakyatnya untuk memperoleh pendidikan sesuai UUD 1945 pasal 31 ayat 1. ….”.


b. Kutipan tidak langsung
Sinaga (2006:10) menyatakan pemerintah wajib menjamin pendidikan seluruh rakyatnya sesuai amanat UUD 1945 pasal 31 ayat 1. Akan tetapi, kenyataannya biaya pendidikan dan pungutan-pungutan liar di sekolah yang mahal masih menghantui masyarakat.
c. Daftar rujukan
Sinaga, Dali S. 2006. Mengakhiri Tragedi Pendidikan Masyarakat Miskin, (Online), (http://Hotgameonline.com/artikel/1/history.asp, diakses 24 September 2007).
d. Catatan kaki
6Dali S. Sinaga, Mengakhiri Tragedi Pendidikan Masyarakat Miskin, (Online), (http://Hotgameonline.com/artikel/1/history.asp, diakses 24 September 2007), 2006, halaman 10.









































Tidak ada komentar:

Posting Komentar