1.
a.
Kutipan langsung
(1)
Carnegie
(2004:30) menyatakan “minat untuk berinvestasi secara langsung pada sektor riil
yang dilakukan oleh masyarakat bisnis dan industri rumah tangga meningkat tajam
di sektor pertanian, perikanan, pertambangan, konstruksi, industri pengolahan,
industri berat, jasa keuangan dan perbankan, serta pada sektor-sektor jasa
lainnya”.
(2)
“Minat
untuk berinvestasi secara langsung pada sektor riil yang dilakukan oleh
masyarakat bisnis dan industri rumah tangga meningkat tajam di sektor
pertanian, perikanan, pertambangan, konstruksi, industri pengolahan, industri
berat, jasa keuangan dan perbankan, serta pada sektor-sektor jasa lainnya”
(Carnegie, 2004:30).
(3)
Carnegie
(2004:30) menyatakan “minat untuk berinvestasi secara langsung pada sektor riil
yang dilakukan oleh masyarakat bisnis dan industri rumah tangga meningkat tajam
…”.
(4)
Carnegie
(2004:30) menyatakan “minat untuk berinvestasi secara langsung pada sektor riil
… meningkat tajam di sektor pertanian, perikanan, pertambangan, konstruksi,
industri pengolahan, industri berat, jasa keuangan dan perbankan, serta pada
sektor-sektor jasa lainnya”.
b.
Kutipan tidak langsung
(1)
Carnegie
(2004:30) menyatakan investasi langsung masyarakat bisnis dan industri rumah tangga
di sektor pertanian, perikanan, pertambangan, konstruksi, industri pengolahan,
industri berat, jasa keuangan dan perbankan, serta pada sektor-sektor jasa
lainnya meningkat drastis.
(2)
Investasi
langsung masyarakat bisnis dan industri rumah tangga di sektor pertanian,
perikanan, pertambangan, konstruksi, industri pengolahan, industri berat, jasa
keuangan dan perbankan, serta pada sektor-sektor jasa lainnya meningkat drastis
(Carnegie, 2004:30)1.
c.
Daftar rujukan
Carnegie, Dale.
2001. Peran Investasi dalam Pembangunan Ekonomi Nasional. Terjemahan
oleh Nina Fauziah. 2004. Jakarta: Binarupa Aksara.
d. Catatan kaki
1Dale Carnegie, (2001), Peran Investasi dalam
Pembangunan Ekonomi Nasional, Terjemahan oleh Nina Fauziah, Binarupa
Aksara, Jakarta, 2004, halaman 30.
2.
a.
Kutipan langsung
(1)
Soeseno,
Riyadi, dan Suparmoko (1996:10) menyatakan alasan kenaikan harga bahan bakar
minyak, telepon, dan tarif dasar listrik dari segi politik sebagai berikut.
Dari segi politik,
kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak, telepon, dan tarif dasar listrik
memiliki beberapa alasan di antaranya sebagai langkah strategis untuk menutup
kerugian biaya operasional PT. PLN dan Pertamina yang gagal bekerja secara
efisien serta sebagai langkah penghematan pos pengeluaran negara dan
meningkatkan kemandirian rakyat secara ekonomi. Selain itu, alasan lainnya
untuk mengajukan mekanisme pasar dalam perekonomian domestik menurut metode
ekonomi makro praktis.
(2)
Dari segi politik,
kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak, telepon, dan tarif dasar listrik
memiliki beberapa alasan di antaranya sebagai langkah strategis untuk menutup
kerugian biaya operasional PT. PLN dan Pertamina yang gagal bekerja secara
efisien serta sebagai langkah penghematan pos pengeluaran negara dan
meningkatkan kemandirian rakyat secara ekonomi. Selain itu, alasan lainnya
untuk mengajukan mekanisme pasar dalam perekonomian domestik menurut metode
ekonomi makro praktis (Soeseno, Riyadi, dan Suparmoko, 1996:10).
(3) Soeseno, Riyadi, dan Suparmoko (1996:10) menyatakan “dari
segi politik, kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak, telepon, … tarif
dasar listrik memiliki beberapa alasan … untuk menutup kerugian biaya
operasional PT. PLN dan Pertamina … sebagai langkah penghematan pos pengeluaran
negara dan meningkatkan kemandirian rakyat … . … untuk mengajukan mekanisme pasar
…”.
b.
Kutipan tidak langsung
(1) Soeseno, Riyadi, dan Suparmoko (1996:10) menyatakan jika
dilihat dari segi politik, maka kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak,
telepon, dan tarif dasar listrik disebabkan oleh biaya operasional PT. PLN dan
Pertamina yang mengalami kerugian, menghemat biaya pengeluaran negara,
meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat, dan meningkatkan mekanisme pasar
dalam perekonomian domestik.
(2) Jika dilihat dari segi politik, maka kebijakan kenaikan
harga bahan bakar minyak, telepon, dan tarif dasar listrik disebabkan oleh
biaya operasional PT. PLN dan Pertamina yang mengalami kerugian, menghemat
biaya pengeluaran negara, meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat, dan
meningkatkan mekanisme pasar dalam perekonomian domestik (Soeseno, Riyadi, dan
Suparmoko, 1996:10).
c.
Daftar rujukan
Soeseno, Djoko, Slamet, Riyadi,
dan M., Suparmoko. 1996. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta:
BPFE.
d. Catatan kaki
2Djoko Soeseno, Slamet
Riyadi, dan M. Suparmoko, Keuangan Negara
dalam Teori dan Praktik, BPFE, Yogyakarta, 1996, hal.10.
3.
a.
Kutipan langsung
(1) Hasibuan (2000:13—15) menyatakan definisi dan fungsi
maskot sebagai berikut.
Maskot [merupakan] suatu bentuk
pencitraan yang mewakili karakter dan ciri khas dari suatu produk. Konsumen
akan mudah mengenal suatu brand, jika brand tersebut didukung
oleh maskot yang unik dan memiliki karakteristik yang kuat. Pengenalan suatu brand
dengan maskot tertentu bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya
melalui kegiatan below the line.
(2)
Maskot [merupakan]
suatu bentuk pencitraan yang mewakili karakter dan ciri khas dari suatu produk.
Konsumen akan mudah mengenal suatu brand, jika brand tersebut
didukung oleh maskot yang unik dan memiliki karakteristik yang kuat. Pengenalan
suatu brand dengan maskot tertentu bisa dilakukan dengan berbagai cara,
misalnya melalui kegiatan below the line (Hasibuan, 2000:13—15).
(3)
Menurut Hasibuan (2000:13—15) “maskot [merupakan] … pencitraan yang mewakili karakter … suatu
produk. Konsumen akan mudah mengenal suatu brand, jika brand tersebut
didukung oleh maskot yang unik… . Pengenalan suatu brand dengan maskot …
bisa dilakukan dengan … below the line”.
(4) Menurut Hasibuan (2000:13—15)
“maskot [merupakan] suatu bentuk
pencitraan yang mewakili karakter dan ciri khas dari suatu produk. …. Pengenalan
suatu brand dengan maskot tertentu bisa dilakukan dengan berbagai cara,
misalnya melalui kegiatan below the line”.
b.
Kutipan tidak langsung
Menurut Hasibuan (2000:13—15) melalui kegiatan below
the line, sebuah perusahaan menggunakan maskot untuk mengenalkan dan
menunjukkan ciri khas suatu brand, sehingga masyarakat mudah
mengingatnya.
c.
Daftar rujukan
Hasibuan, Nuradi. 2000. Perlunya Maskot dalam Pemasaran
Produk Iklan. Jurnal Sains dan Teknologi, 2(8):13—15.
d. Catatan kaki
3Nuradi Hasibuan, “Perlunya
Maskot dalam Pemasaran Produk Iklan”, dalam Sains
dan Teknologi, No. 8 th. 2 2000, halaman 13—15.
4.
a.
Kutipan langsung
(a)
Surya
(2008:10) menyatakan konsep pendidikan sebagai investasi sebagai berikut.
Pendidikan sebagai investasi bertujuan untuk memperoleh pendapatan neto
atau rate of return yang lebih besar
pada masa yang akan datang. Biaya pendidikan dalam jenis pendidikan ini
dipandang sebagai jumlah uang yang dibelikan untuk memperoleh atau ditanamkan
dalam sejumlah modal manusia (human
capital) yang dapat memperbesar kemampuan ekonomi pada masa yang akan
datang.
(b)
Pendidikan
sebagai investasi bertujuan untuk memperoleh pendapatan neto atau rate of return yang lebih besar pada
masa yang akan datang. Biaya pendidikan dalam jenis pendidikan ini dipandang
sebagai jumlah uang yang dibelikan untuk memperoleh atau ditanamkan dalam
sejumlah modal manusia (human capital)
yang dapat memperbesar kemampuan ekonomi pada masa yang akan datang (Surya,
2008:10).
(c) Surya (2008:10) menyatakan “pendidikan sebagai investasi
bertujuan untuk memperoleh … rate of
return… . Biaya pendidikan dalam jenis pendidikan ini dipandang sebagai
jumlah uang yang … ditanamkan dalam sejumlah modal manusia … yang dapat
memperbesar kemampuan ekonomi …”.
(d) Surya (2008:10) menyatakan “pendidikan sebagai investasi
bertujuan untuk memperoleh pendapatan neto atau rate of return yang lebih besar pada masa yang akan datang. ….”.
b.
Kutipan tidak langsung
Surya (2008:10) menyatakan
pendidikan bisa digunakan sebagai investasi dengan cara membelikan sejumlah
uang untuk ditanamkan dalam sejumlah modal manusia, sehingga pada masa
mendatang diperoleh kemampuan ekonomi yang besar.
c.
Daftar rujukan
Surya, Yohanes. 18
Agustus, 2008. Pendidikan sebagai Konsumsi dan Investasi Ekonomi. Kompas. hlm.
10.
d. Catatan kaki
4Yohanes Surya, Kompas, 18 Agustus 2008, “Pendidikan
sebagai Konsumsi dan Investasi”, halaman 10.
5.
a.
Kutipan langsung
(a)
Menurut Ensiklopedia Nasional Indonesia (1990:15) dan Sachari (2001:16) ”agar peranan pemerintah
dalam upaya pengentasan kemiskinan bernilai guna, pemerintah menempatkan
masyarakat desa miskin sebagai subjek dari setiap program pemerintah. Program
pengentasan kemiskinan hendaknya memprioritaskan pada aspek mobilitas penduduk
dan memungkinkan terjadinya interaksi sosial di luar lingkungannya”.
(b)
Menurut Ensiklopedia Nasional Indonesia (1990:15) dan Sachari (2001:16) ”agar peranan pemerintah
dalam upaya pengentasan kemiskinan bernilai guna, pemerintah menempatkan
masyarakat desa miskin sebagai subjek… . …memprioritaskan pada aspek mobilitas
penduduk dan memungkinkan terjadinya interaksi sosial di luar lingkungannya”.
b. Kutipan tidak langsung
Menurut
Ensiklopedia Nasional Indonesia (1990:15) dan Sachari (2001:16) pemerintah hendaknya menempatkan
masyarakat desa miskin sebagai subjek, memprioritaskan aspek mobilitas
penduduk, dan memungkinkan penduduk berinteraksi di luar lingkungannya pada
setiap program pengentasan kemiskinan.
c.
Daftar rujukan
Ensiklopedia Nasional Indonesia. 1990. Bandung: PT. Armas Duta Jaya.
Sachari, Arsyad. 2001. Profil Desa Tertinggal
Indonesia. Jakarta: CV. Bina Aksara.
d. Catatan kaki
5Ensiklopedi Nasional Indonesia, PT. Armas Duta Jaya, Bandung, 1990, halaman 15.
6Arsyad Sachari, Profil Desa Tertinggal Indonesia, CV.
Bina Aksara, Jakarta, 2001, hal.16.
6.
a.
Kutipan langsung
(a)
Zakaria
dan Soeyanto (2005:1) menyatakan “terdapat keterkaitan yang berarti secara
positif antara motivasi, riwayat hidup, persepsi, proses belajar, dan kemampuan
sebagai faktor perilaku individu dengan aktivitas ekonomi masyarakat desa
tertinggal di sepanjang DAS Batang Hari”.
(b)
Zakaria
dan Soeyanto (2005:1) menyatakan “terdapat keterkaitan…positif antara motivasi,
riwayat hidup, persepsi, proses belajar, dan kemampuan sebagai faktor perilaku
individu dengan aktivitas ekonomi masyarakat desa tertinggal di sepanjang DAS
Batang Hari”.
b. Kutipan tidak langsung
Zakaria dan
Soeyanto (2005:1) menyatakan faktor perilaku individu yang meliputi motivasi,
riwayat hidup, persepsi, proses belajar, dan kemampuan memiliki hubungan
positif dengan aktivitas ekonomi masyarakat desa tertinggal di sepanjang DAS
Batang Hari.
c.
Daftar rujukan
Zakaria, Karim, dan Soeyanto.
2005. Potret Utuh Kemiskinan di Kabupaten Aceh Utara. Makalah disajikan
dalam Seminar Perilaku Masyarakat Miskin dan Hubungan antara Aktivitas Ekonomi
dengan Derajat Kemiskinan Masyarakat Desa Tertinggal bagi mahasiswa Jurusan
Ekonomi Pembangunan, Universitas Negeri Malang, Malang, 12 Juli.
d. Catatan kaki
7Karim
Zakaria dan Soeyanto, Potret Utuh
Kemiskinan di Kabupaten Aceh Utara, Makalah
disajikan dalam Seminar Perilaku Masyarakat Miskin dan Hubungan antara Aktivitas
Ekonomi dengan Derajat Kemiskinan Masyarakat Desa Tertinggal, Universitas
Negeri Malang, Malang, 7—8 Maret, 2005, halaman 1.
7.
a.
Kutipan langsung
(a)
Sinaga
(2006:10) menyatakan “secara normatif, pemerintah
berkewajiban untuk memberi jaminan bagi seluruh rakyatnya untuk memperoleh
pendidikan sesuai UUD 1945 pasal 31 ayat 1. Namun, setiap tahun ajaran baru dimulai, masyarakat miskin
dihantui mahalnya biaya pendidikan dan adanya pungutan-pungutan lain di
sekolah”.
(b)
Sinaga
(2006:10) menyatakan “… pemerintah berkewajiban untuk
memberi jaminan bagi seluruh rakyatnya untuk memperoleh pendidikan sesuai UUD
1945 pasal 31 ayat 1. Namun, setiap tahun ajaran baru…,
masyarakat miskin dihantui mahalnya biaya pendidikan dan adanya
pungutan-pungutan lain di sekolah”.
(c)
Sinaga
(2006:10) menyatakan “secara normatif, pemerintah
berkewajiban untuk memberi jaminan bagi seluruh rakyatnya untuk memperoleh
pendidikan sesuai UUD 1945 pasal 31 ayat 1. ….”.
b. Kutipan tidak langsung
Sinaga
(2006:10) menyatakan pemerintah wajib menjamin pendidikan seluruh rakyatnya
sesuai amanat UUD 1945 pasal 31 ayat 1. Akan tetapi, kenyataannya biaya
pendidikan dan pungutan-pungutan liar di sekolah yang mahal masih menghantui
masyarakat.
c.
Daftar rujukan
d. Catatan kaki
6Dali
S. Sinaga, Mengakhiri Tragedi Pendidikan Masyarakat Miskin, (Online),
(http://Hotgameonline.com/artikel/1/history.asp, diakses 24 September 2007),
2006, halaman 10.